Oleh-oleh Turnamen Tenis Piala Ketua IA-ITB 2012
Oleh: Agung Prasetyo (IF02)
(Tulisan ini pernah dimuat di blog penulis tanggal 31 Mei 2012)
Ini kedua kalinya saya mengikuti Turnamen Tenis Piala Ketua IA-ITB setelah sebelumnya even ini digelar di Hotel Sultan, Jakarta, tepat setahun yang lalu. Tahun ini, piala tersebut diperebutkan di Stadion Siliwangi, Bandung, dari tanggal 26-27 Mei 2012. Dan untuk kedua kalinya pula, saya masih berada di papan bawah, belum mampu menembus perempat final, cukup gugur di perenambelas final Masih perlu banyak latihan kah? Masih bersemangat menjadi juara kah tahun depan?
Pertanyaan dan celetukan dari kawan-kawan saya yang baru mengikuti turnamen tahun ini cukup masuk akal. Hal yang sama saya tanyakan setahun yang lalu. Hasrat untuk menjadi juara dalam sebuah kompetisi adalah hal yang wajar, bukan? Namun kali kedua ini memberikan saya perspektif yang berbeda. Terutama setelah melihat permainan para juara di partai tunggal putra dan ganda putra yang hasil lengkapnya dapat dilihat di sini.
Pertarungan yang ketat dengan pukulan-pukulan yang dihasilkan dari latihan yang rutin, stamina yang prima, dan mental juara. Juara tunggal putra, Tyo (STEI 2011), yang juga juara di partai ganda putra, menyuguhkan permainan yang memang pantas disajikan oleh atlet tenis. Full stroke dan servis sambil loncat yang menguras tenaga seingat saya dilakukannya dari hari pertama pertandingan hingga memenangkan final. Luar biasa. Juara bertahan tahun lalu, Sandi Gunawan (TI 1993) hampir menang hingga skor sama 7-7. Tyo menutup set dengan kemenangan 9-7. Kami yang menyaksikan final hingga pukul 10 malam merasa puas dan tegang juga melihat keduanya saling kejar mengejar poin. Memang luar biasa.
Jadi, setelah turnamen terakhir ini, saya punya kesimpulan sederhana. Selama orang-orang dengan teknik permainan, stamina, dan mental juara yang prima masih berlaga di nomor yang kita ikut mendaftar di dalamnya, lupakan saja untuk menjadi juara. Kecuali kita berlatih layaknya atlet, yang tidak mungkin dilakukan sambil bekerja atau mengingat usia, membawa pulang piala di turnamen ini hanyalah mimpi. Keterbatasan fisik dan gap yang besar antara kita dan para juara cukup besar untuk diloncati dengan latihan di akhir pekan saja.
Eit, tapi bukan berarti kita kehilangan semangat. Tetaplah berlatih. Toh, momen seperti turnamen tersebut tidak mengejar kemenangan an sich. Ada silaturhami antar angkatan dan antar jurusan yang dibangun di dalamnya. Ada rasa kekeluargaan sebagai sesama alumni ITB yang membuat suasana dua hari tersebut juga terasa sebagai reuni.
Walaupun tanpa piala, setidaknya saya tidak pulang dengan tangan hampa. Tidak dapat tiket PP ke Amsterdam, memang, ataupun iPad 3, melainkan door prize aksesoris tenis. Alhamdulillah, lumayan
Well, sampai jumpa di turnamen tahun depan. Targetnya sederhana: maju ke babak yang lebih dekat ke final daripada tahun ini Salam olahraga!